WAKIL Menteri Perdagangan (Wamendag) Jerry Sambuaga menuturkan, Kementerian Perdagangan akan melakukan kajian atas laporan Ombudsman RI mengenai penyimpangan atau malaadministrasi perkara izin usaha bursa berjangka aset kripto terhadap PT Digital Future Exchange (DFX). Ia menegaskan telah mengikuti aturan dalam pemberian Izin Usaha Bursa Berjangka (IUBB) aset kripto selama ini. Dari catatan Ombudsman, DFX telah mengajukan permohonan IUBB kepada Bappebti sejak 2020 lalu. Namun, hingga saat ini izin belum dikeluarkan tanpa adanya penolakan resmi dari Bappebti.
“Kami akan melihat mana saja peraturan-peraturan yang mungkin menurut Ombudsman kurang sesuai. Kami akan mengkaji ini kalau memang ternyata ada yang tidak sesuai,” kata Jerry di Magelang, Selasa (21/3). Kajian itu akan mengecek aspek-aspek prosedural dari PT DFX, seperti ketentuan administratif yang harus dipenuhi secara komprehensif.
Wamendag kemudian mengatakan apa yang dilakukan pihaknya, termasuk Bappebti untuk memberikan perlindungan terhadap konsumen. Ia juga mengaku tidak menutup mata jika ada laporan penyimpangan izin usaha yang diterima pihaknya. “Silakan masukannya, kita juga terbuka. Yang penting, kalau dari Bappebti mengacu kepada aturan. Yang paling penting kita lakukan ini adalah perlindungan untuk konsumen. Jangan sampai perlindungan konsumennya menjadi tidak begitu maksimal,” ucapnya.
Sebelumnya, anggota Ombudsman Yeka Hendra Fatika menyampaikan, setelah pihaknya melakukan pemeriksaan, Bappebti dinyatakan terbukti melakukan tiga maladministrasi perkara izin usaha bursa kripto terhadap PT DFX. Maladministrasi itu meliputi penundaan berlarut, penyimpangan prosedur, dan penyalahgunaan wewenang.
“Kami menyimpulkan PT DFX telah kooperatif dan proaktif dalam memenuhi semua persyaratan pemenuhan PT DFX sebagai bursa berjangka komoditi,” ujar Yeka dalam Konferensi Pers Maladministrasi Bappebti dalam Perizinan Bursa Kripto secara daring, dikutip di Jakarta, Senin (20/3).
Pengajuan izin usaha oleh PT DFX telah memakan waktu lebih dari 582 hari kerja atau hampir dua tahun. Bahkan, pelapor telah mengeluarkan biaya sebesar Rp19 miliar sejak awal pengajuan perizinan pada 21 Desember 2020 hingga 19 Desember 2022. “Ini hal yang paling jelas adanya maladministrasi karena ada kerugian materil dan imateril yang terdapat di dalamnya,” sebut Yeka. (Z-5)
By: Media Indonesia
Penulis: Insi Nantika Jelita
Berita lainnya baca disini