Volume Transaksi Perdagangan Aset Kripto Turun, Besaran Pajak Jadi Persoalan

Volume Transaksi Perdagangan Aset Kripto Turun, Besaran Pajak Jadi Persoalan
  • By:
  • 12 Nov 2023

KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Volume transaksi perdagangan aset kripto masih mencatatkan penurunan dalam satu tahun terakhir. Pada 2021, volume transaksi perdagangan aset kripto mencapai Rp 859,4 triliun.

Kemudian, volume transaksi merosot hingga 63% menjadi Rp 306,4 triliun pada 2022. Lalu, penurunan berlanjut pada tahun 2023 dan volume transaksinya baru mencapai Rp 94,4 triliun hingga September lalu.

Merespons kondisi tersebut, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) baru-baru ini menjelaskan, tingginya pajak menjadi salah satu penyebab penurunan volume transaksi aset kripto. Robby selaku Chief Compliance Officer (CCO) Reku sekaligus Ketua Umum Aspakrindo-ABI mengatakan, pelaku usaha sudah memproyeksi adanya penurunan tersebut.

“Sebagai pelaku exchange, kami sudah menerima keluhan dari pengguna atas penerapan pajak sejak satu tahun lalu sehingga hal ini pun mendorong investor aset kripto beralih ke platform exchange di luar negeri,” kata Robby dalam keterangan tertulisnya, Rabu (8/11).

Yang patut menjadi perhatian bersama, platform exchange global yang menjadi sasaran investor kripto belum memiliki lisensi di Indonesia. Menurut Robby, hal dapat berdampak negatif bukan hanya bagi pelaku usaha, namun juga investor dan ekosistem kripto secara keseluruhan.

Robby melanjutkan, saat ini penerapan pajak di Indonesia terbilang besar dibandingkan dengan negara lainnya.

“Besaran PPN final yang dipungut dan disetor sebesar 1% dari tarif PPN umum atau sebesar 0,11%, sedangkan penerapan PPN aset kripto tidak diberlakukan di banyak negara seperti Malaysia, Singapura, Thailand, Australia, dan Brazil,” ungkap Robby.

Tingginya beban yang ditanggung oleh investor ini mengakibatkan capital outflow yang signifikan dan dikhawatirkan transaksi tidak lagi terjadi di Indonesia melainkan di global. Masyarakat pun juga tidak mendapatkan perlindungan hukum seperti halnya mereka bertransaksi di exchange lokal.

Pelaku usaha yang tergabung dalam Aspakrindo-ABI berpendapat, pelaku usaha perlu dan siap dilibatkan untuk melanjutkan diskusi mengenai pajak dan keberadaan exchange ilegal. Persoalan ini menyangkut banyak pihak sehingga perlu kolaborasi antar-pemangku kepentingan untuk menciptakan industri yang sehat dan menguntungkan seluruh pelaku di ekosistem aset kripto Indonesia.

Meskipun begitu, di balik menurunnya volume transaksi aset kripto di Indonesia, para investor menunjukkan optimisme terhadap pasar. Mereka menahan aset alias hodl (hold on for dear life) terhadap aset kripto yang mereka miliki.

Crypto Analyst Rek Fahmi Almuttaqin mengatakan, peningkatan preferensi investor untuk menahan aset kripto mereka (hodl) disebabkan oleh faktor harga yang sedang menghijau. Selain itu, ada peningkatan nilai kelangkaan beberapa aset kripto, khususnya BTC dan ETH.

Saat ini, lebih dari 93% Bitcoin telah ditambang, dan jumlah Ethereum yang biasanya selalu naik, kini mengalami penurunan imbas transisi Ethereum ke sistem konsensus PoS. Fenomena tersebut sebenarnya justru menunjukkan optimisme dan kepercayaan diri para investor.

By Investasi Kontan
Reporter: Nur Qolbi | Editor: Tendi Mahadi

Berita lainnya baca disini