TEMPO.CO, Jakarta – Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti) mencatat nilai transaksi aset kripto periode Januari-Juli 2024 mencapai Rp 344,09 triliun. Angka ini naik 353,94 persen dari periode yang sama pada tahun sebelumnya (yoy).
Selain itu, jumlah pelanggan aset kripto juga terus meningkat. Hingga Juli 2024, jumlahnya mencapai 20,59 juta pelanggan. Sedangkan nilai pajak aset kripto pada Januari-Juni 2024 tercatat mencapai Rp 331,56 miliar. Dengan begitu, total pajak pada Januari 2022-Juni 2024 tercatat Rp 798,84 miliar.
Sekretaris Bappebti Olvy Andrianita menjelaskan, pengembangan aset kripto di Indonesia diarahkan pada adanya kebutuhan untuk beradaptasi dengan perkembangan teknologi blockchain, termasuk Web3, dan kebutuhan pasar yang selaras dengan perlindungan masyarakat.
Olvy mengatakan, pemerintah memandang aset kripto sebagai komoditas sehingga pengaturannya didasarkan pada Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2011 tentang Perdagangan Berjangka Komoditi. “Bappebti hadir sebagai regulator yang mengatur tata kelola perdagangan aset kripto,” kata Olvy dalam keterangan tertulis, Jumat, 23 Agustus 2024.
Salah satu langkah Bappebti, Olvi mencontohkan, pembentukan ekosistem yang terdiri dari bursa, lembaga kliring, dan depository. Hadirnya bursa kripto, kata dia, adalah langkah pemerintah untuk mengatur perdagangan aset kripto Indonesia menjadi lebih baik.
Menurut Olvy, ada tiga target utama pengaturan aset kripto yang dilakukan pemerintah, yaitu mendorong industri aset kripto untuk berkontribusi maksimal bagi perekonomian Indonesia, menjadikan tata kelola perdagangan aset kripto menjadi lebih tertib dan dipercaya oleh masyarakat melalui optimalisasi aset kripto, serta mengatur produk yang diperdagangkan di pasar aset kripto.
By Tempo
Editor: Han Revanda Putra
Berita lainnya baca disini