Jakarta, CNBC Indonesia– Director of External Affairs Pluang, Wilson Andrew menyebut investor aset kripto saat ini memiliki jumlah yang lebih besar dibandingkan investor saham di pasar modal.
Seperti diketahui, jumlah investor kripto di Indonesia dilaporkan tembus 16 juta pengguna. Berdasarkan data Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (Bappebti), total investor kripto di tanah air sudah mencapai 16,27 juta orang hingga September 2022.
Jumlah tersebut bertambah 151.043 orang dibandingkan pada bulan sebelumnya. Adapun pengguna kripto didominasi oleh generasi muda dengan usia 20-30 tahun sebanyak 90%.
Sementara mengenai jumlah investor saham di pasar modal, Bursa Efek Indonesia (BEI) mencatat total jumlah investor per akhir 2022 sebanyak 10,3 juta investor. Angka ini memang meningkat 37,5% dari sebelumnya yakni 7,48 juta investor per akhir 2021.
“Pengguna aset kripto ada di atas aset saham. Padahal pasar saham sudah ada 30 tahun lebih. Malah kesalip oleh produk yang baru muncul beberapa tahun terakhir,” jelas Wilson dalam Media Gathering Pluang, Kamis (16/3/2023).
Bappebti juga melaporkan, nilai transaksi aset kripto sebesar Rp 17,57 triliun atau naik 3,96% secara bulanan pada September 2022.
Menurut Wilson, pertumbuhan investor kripto terjadi karena banyak masyarakat yang saat ini memiliki e-wallet dibandingkan memiliki akun bank. Di mana dengan adanya e-wallet, masyarakat bisa melakukan transaksi secara digital, termasuk berinvestasi di aset kripto.
“Tapi, itu bukan saling menjagakan. Kita lihat malah orang yang tadinya belum punya akun bank, mereka punya e-wallet. Jadi saling melengkapi,” papar dia.
Temuan itu, kata dia, juga menandakan bahwa inklusi keuangan meningkat setiap tahunnya. Meski demikian dia tak memungkiri bahwa tingkat inklusi keuangan belum mampu mengejar tingkat literasi keuangan. Artinya literasi keuangan masih lebih rendah dibanding inklusi keuangan.
“Cara gampangnya misalnya 50% tingkat inklusi keuangan. Berarti kalau ada 12 orang, sebanyak 8 orang sudah memiliki akses produk investasi, tapi ternyata hanya 50% atau 6 orang yang memiliki pemahaman dan keterampilan cukup mengenai produknya,” jelas dia.
Adapun hal ini yang membuat masyarakat berisiko menjadi korban penipuan mengenai investasi. Mengingat mereka memiliki akses dan permodalan, tapi tidak terlalu paham mengenai produknya.
By CNBC Indonesia
Penulis: Khoirul Anam
Berita lainnya baca disini